Ikuti kami di

Agar Tragedi Kanjuruhan Tak Terulang, Aparat Polisi dan TNI Tak Perlu Lagi Dilibatkan dalam Pengamanan Pertandingan Sepak Bola

Agar Tragedi Kanjuruhan Tak Terulang, Aparat Polisi dan TNI Tak Perlu Lagi Dilibatkan dalam Pengamanan Pertandingan Sepak Bola

Tragedi Kemanusiaan di Kanjuruhan, Malang yang menewaskan kurang lebih 182 orang bakal tercatat jadi sejarah kelam persepakbolaan tanah air.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan

mengecam sekaligus mengutuk keras kelalaian Panitia dan Operator Liga.

Aktivis koalisi, Elisabeth Garnis mengatakan, bukan alasan kecaman itu dilontarkan.

Dari pengamatan koalisi, kata Elisabeth, panitia penyelenggara tidak menerapkan mitigasi risiko dengan baik dan benar.

Dia mencontohkan terkait kapasitas stadion yang seharusnya hanya dapat diisi maksimal 38.000 Orang membludak mencapai sekitar 42.000.

"Akibatnya penonton harus berdesak-desakan, himpit-himpitan dan mengalami gangguan pernafasan," ujar Elisabeth dalam rilis yang diterima Poskota.Co.Id pada Sabtu (8/10/2022).

Karena itu, lanjut Elisabeth, Panitia dan Operator Liga harus dimintai pertanggungjawaban baik dalam kerangka kelalaian yang menyebabkan orang meninggal dan ganti rugi serta rehabilitasi kepada korban

"Kelalaian panitia dan operator liga diperburuk dengan tindakan pengamanan yang tidak proporsional dan bahkan cenderung berlebihan (excessive use of force) oleh aparat kepolisian yang bertugas di lapangan," paparnya.

Dalam video yang beredar di media sosial, lanjutnya, terlihat bahwa terdapat penggunaan gas air mata yang dilarang dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations.

"Selain penggunaan gas air mata juga terdapat kekerasan terhadap para korban. Dalam. Video yang beredar kekerasan tidak hanya dilakukan oleh oknum kepolisian tetapi juga dilakukan oleh oknum anggota TNI," jelasnya.

Koalisi menilai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) harus melakukan pemeriksaan terhadap aparat yang bertugas di lapangan.

"Karena jelas ada penggunaan kekuatan berlebih yang tidak proporsional serta kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa," tambahnya.

Selain itu, sambung Elisabeth, terhadap anggota TNI harus juga diperiksa oleh Panglima TNI, mengingat penerjunan anggota untuk mengamankan pertandingan sepakbola jelas bukanlah tugas prajurit TNI.

"Atasan anggota polisi dan TNI yang bertugas di lapangan juga harus dimintai pertanggungjawaban (commandresponsibility). Karena sangat mungkin semua tindakan yang menyebabkan hilangnya ratusan nyawa tersebut terjadi atas pembiaran atau bahkan atas perintah atasan," urainya..

Untukitu, tegasElisabeth, Koalisimendesak: pertama, Presiden RI harus meminta maaf secara terbuka kepada korban dalam tragedi kemanusiaan Kanjuruhan dan memastikan ganti rugi dan rehabilitasi kepada korban secara menyeluruh;

Kedua, Presiden RI harus membuat Tim Gabungan Pencari Fakta untuk menemukan sebab terjadinya Tragedi Kemanusian dengan melibatkan Lembaga Negara Independen seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, Komnas Perlindungan Anak, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban;

Ketiga, Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Panglima TNI harus memeriksa semua anggota yang bertugas di lapangan secara etik, disiplin dan Pidana;

Keempat, penyelenggara pertandingan sepakbola tidak lagi melibatkan aparat Kepolisian dan TNI serta berhenti menerapkan pendekatan Keamanan Dalam Negeri di dalam stadion, melainkan pengamanan ketertiban umum (stewards/civil guards).


source: POSKOTA➚

Post a Comment for "Agar Tragedi Kanjuruhan Tak Terulang, Aparat Polisi dan TNI Tak Perlu Lagi Dilibatkan dalam Pengamanan Pertandingan Sepak Bola"