Selama akhir pekan ini media dikejutkan dengan desas-desus bahwa Presiden China Xi Jinping telah digulingkan dalam kudeta militer dan ditempatkan di
bawah tahanan rumah.
Cerita itu pertama kali viral di Twitter, menyebutkan Xi menghilang sejak
kepulangannya dari pertemuan Organisasi Kerja Sama Shanghai di Samarkand,
Uzbekistan.
Berita palsu itu kemudian menyebar ke seluruh dunia dan membuat banyak orang
kemudian mempercayainya. Beberapa outlet media arus utama, dan terutama media
di India, juga melaporkan kisah tersebut.
Dalam sebuah op-ed yang ditulis analis politik, Timur Fomenko, dan dimuat di
media RT, terungkap siapa yang pertama kali menyebarkan isu kudeta terhadap
Xi.
"Desas-desus itu bersumber dari beberapa akun yang terkait dengan Gerakan
Falun Gong, sebuah kelompok agama konservatif Tiongkok yang anti-komunis, yang
sejak dilarang di Tiongkok pada 1990-an, telah dikenal karena misinformasi
sporadis mengenai negara tersebut," tulis Fomenko.
"Organisasi itu sendiri mungkin adalah salah satu manipulator media sosial
yang paling mendalam di dunia," lanjutnya.
Kelompok tersebut dilaporkan telah menggunakan ribuan akun di berbagai
platform, dan secara agresif mendorong terpilihnya kembali Donald Trump, serta
menghabiskan dana jutaan dalam prosesnya.
"Mereka bukan lelucon," kata Fomenko, menggambarkan bahwa kelompok itu perlu
diwaspadai.
Fomenko dalam catatannya mengungkapkan bahwa berita kudeta di China ini adalah
tidak benar dan ini bukanlah kisah yang pertama yang dilakukan oleh mesin
informasi yang salah. Kisah itu juga akan terus berulang.
Kesalahpahaman dan informasi palsu tentang negara dan kemudian menjadi viral,
adalah hal yang biasa, menurutnya.
Biasanya, mereka melibatkan klip video yang diambil di luar konteks,
kemungkinan merujuk pada video kendaraan militer China yang ikut diunggah saat
isu kudeta beredar.
"Kenapa begitu? Karena orang Barat akan percaya apa saja yang mereka katakan
tentang China," lanjutnya.
Sebagai negara yang dianggap sebagai "orang lain" yang tidak dapat dipahami,
China sering menjadi subjek paranoia, prasangka, stereotip, dan misteri bagi
Barat.
Ada juga asumsi yang keliru, yang menyebut bahwa rakyat China sendiri tidak
tahu apa yang sedang terjadi, atau sesuatu tentang negara dan pimpinannya
selalu dirahasiakan.
Sehingga, kata Fumenko, mudah bagi pembuat informasi palsu untuk membingkai
video mereka yang di luar konteks sebagai kebocoran eksklusif, pengungkapan,
atau konten rahasia.
"Ini semakin memburuk dalam beberapa tahun terakhir karena publik Barat secara
agresif diberi narasi bahwa pemerintah China merupakan ancaman bagi dominasi
dunia yang dipimpin Barat, dan dijadikan momok politik," tulisnya.
Sementara penjaja berita palsu tentang China di media sosial bukanlah hal
baru, mereka telah menemukan peningkatan pengaruh, perhatian, dan relevansi,
dalam menyebarkan berita palsu mengenai negara tersebut, dengan target audiens
orang Barat yang mudah tertipu, kata Fumenko.
Selama pandemi Covid-19, Fomenko mengatakan banyak orang di luar sana yang
benar-benar percaya bahwa China dengan paksa 'memenjarakan' orang ke dalam
rumah untuk membuat mereka dikarantina. Hal itu dikemas menjadi sesuatu yang
lain oleh para pembuat berita palsu.
"Berkali-kali, metode-metode itu berujung pada klip video pendek di luar
konteks yang disalahartikan sebagai sesuatu yang berbeda," ujarnya.
Media sosial seperti Twitter belakangan dipenuhi dengan komentar tentang
bagaimana orang-orang bisa terprovokasi dengan hoaks yang disebarkan pembuat
berua palsu tentang kudeta. Beberapa akun mengungkapkan kekecewaannya bahwa
provokasi Falun Gong telah menyeret orang-orang kepada keyakinan bahwa telah
terjadi kudeta di China.
Pemerintah China sendiri sampai saat ini belum berkomentar mengenai isu
kudeta. .
source: RMOL➚
Post a Comment for "Ini Dia Biang Kerok Penyebar Isu Kudeta Xi Jinping, Pernah Mendukung Donald Trump di Pilpres AS"